Tadi pagi saya mebukis tentang nilai yg saya dapatkan dari silaturahim ke rumah guru saya. Sore ini saya mencoba mengurai hal yang saya temukan ketika liburan kemarin di jalanan. Libur Idul Fitri kemarin, saya seperti banyak dari kita kan mudik, bersilaturahmi, menikmati momen bersama keluarga. Tapi, di sela² perjalanan itu, saya justru menemukan banyak hal yang mengusik hati. Bukan tentang capeknya perjalanan atau panjangnya antrean, tapi soal perilaku yanng saya kira sepele, namun ternyata menyimpan tanda tanya besar dalam hati saya… sebagai seorang guru.
Saya masih ingat, di satu ruas jalan… macet. Panjang. Lalu saya lihat, ada mobil yang parkir bukan di bahu jalan, tapi di badan jalan bagian pinggir, cukup makan ruang. saya tengok...supirnya kosong. Nggak ada sopirnya. Mungkin lagi beli sesuatu karena berhenti di jalan depam toko. Dan itu cukup membuat lalu lintas tersendat. Pemandangan serupa tidak hanya sekali dua kali.
Orang parkir di jalan dan supirnya tidak ada.
Belum habis heran saya, di depan mobil saya, sebuah mobil lumayan mewah. Jendelanya dibuka perlahan… saya kira dia ingin tanya arah. Tapi ternyata, yang keluar justru sebotol plastik kosong… dibuang begitu saja ke pinggir jalan. Seolah… itu hal biasa.
Di jalan lain, saya lihat tumpukan sampah… bukan di TPA, bukan juga tempat pembuangan sementara. Tapi di pinggir jalan. Banyak. Seperti sudah jadi tempat umum membuang apa saja disitu.
Dan puncaknya, saat kemacetan mulai mengular… saya lihat beberapa kendaraan mengambil jalur kanan jalur berlawanan arah. Mungkin karena tidak sabar, atau ingin cepat. Tapi justru malah memperparah kemacetan karena berhadapan dengan kendaran dari arah berlawanan.
Dari perjalanan itu, saya merenung…
Apa yang salah?
Atau lebih tepatnya… ada apa dengan pendidikan kita?
Karena yang saya lihat bukan orang² tak berpendidikan. Mereka bisa punya mobil, bisa mudik, bisa liburan. Artinya… secara ekonomi, secara struktur sosial, mereka cukup mapan. Tapi... mengapa ada sesuatu yang hilang?
Mengapa tidak ada empati?
Tidak ada kesadaran bahwa kita tidak hidup sendiri di dunia ini? Bahwa jalanan, bumi, lingkungan ini bukan milik pribadi?
Sebagai guru, ini menggugah saya. Apakah pendidikan yg kita berikan selama ini hanya berhenti pada pengetahuan? Pada kompetensi kognitif? Apakah kita sudah benar² menanamkan nilai, membentuk karakter, menumbuhkan hati yg peka?
Teman² guru…
Apakah Bapak Ibu juga menjumpai hal² serupa kemarin pas liburan?
Dan apa yg terpikir di benak Bapak Ibu?
Karena bagi saya… pertanyaan itu terus menggema: “Ada apa dengan pendidikan kita? Ada apa dengan kelas kita?”
(Kasus ini bisa jadi bahan membangun kesadaran melalui dialog dengan anak² dikelas kita)
#gurumeraki
#kembalimendidikmanusia
#mandiriberdayaberdampak
#gerakansekolahmenyenangkan
Sumber : Grup WA GSM Kab.Purbalingga
0 Comments