Kurikulum Skansika

Bapak/ Ibu dapat mengakses berkatan dengan: Struktur Kurikulum, Agenda Kegiatan, Kalender Pendidikan, Pembagian Waktu KBM, Jadwal Blok dan lain sebagainya

Sarastiana,MBA

Waka kurikulum

Yiyit Rastowo

Perencanaan dan TEFA

Prihatin Puji R.

Supervisi dan Penilaian

Innar Sholata

Perencanaan dan TEFA

Sri Nurhidayati

Penilaian

Dian Pramukti

Admin Penilaian

Nurhabib Umar

PBM Penilaian

Guru dan Murid: Sudahkah Kita 'Nyambung'?

Pernahkah Anda menyiapkan materi pelajaran dengan segala totalitas? Slide presentasi penuh warna, animasi menarik, bahkan lagu-lagu kekinian agar siswa tetap terjaga. Namun, ketika tiba di kelas, bukannya antusiasme, yang Anda dapatkan justru keheningan, wajah-wajah datar, dan tatapan cuek, seolah mengajar di depan barisan pot bunga. Rasanya seperti presentasi di depan kursi kosong.
Di momen seperti itulah saya menyadari, mungkin bukan materi yang kurang seru atau guru yang kurang atraktif. Justru, masalah utamanya adalah kita belum "nyambung". Belum "klik". Kita belum menemukan frekuensi yang sama dengan para murid kita. Bersama Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), saya belajar satu hal yang mengubah total cara pandang saya tentang mengajar: engagement. Bahwa sebelum kita berbicara tentang rumus, teori, kompetensi, atau target kurikulum, hal pertama yang harus dibangun adalah ikatan. Sebuah bonding. Koneksi jiwa yang tidak terlihat di depan layar, tetapi benar-benar terasa di dalam kelas.

"Anak Tidak Akan Belajar dari Guru yang Tidak Mereka Suka"
Profesor Rita Pierson, dalam TED Talk-nya yang viral, pernah berkata, "Kids don't learn from people they don't like." Anak-anak tidak akan belajar dari guru yang tidak mereka sukai. Namun, "suka" di sini bukan berarti guru harus menjadi seorang influencer yang lucu atau menghibur. "Suka" di sini berarti guru yang hadir secara emosional. Guru yang tulus. Guru yang membuat anak merasa: "Di kelas ini, aku aman untuk salah."
Bayangkan, di minggu pertama masuk sekolah, kita mungkin belum perlu langsung "tancap gas" dengan materi pelajaran. Tidak ada salahnya jika kita menggunakan waktu itu untuk benar-benar berkenalan. Bukan sekadar nama dan cita-cita, melainkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih dalam, seperti: "Apa yang bikin kamu semangat datang ke sekolah?"
"Apa hal kecil yang bikin kamu takut di kelas?"
"Kapan terakhir kali kamu merasa diterima apa adanya?"
Bagaimana mungkin anak-anak bisa merasa nyaman belajar jika mereka belum merasa aman menjadi diri mereka sendiri? Bagaimana mungkin mereka bisa berpikir kritis jika setiap kali bicara salah, mereka langsung ditertawakan, dicoret, atau disalahkan? Ini seperti adegan menegangkan dalam sebuah kompetisi memasak, di mana kesalahan kecil bisa berakibat fatal.

Ruang Aman untuk Bertumbuh
Di kelas saya, saya ingin mereka tahu: salah itu tidak apa-apa. Salah itu adalah tanda bahwa kamu sedang belajar. Tidak perlu takut. Di sini, kamu diterima, bahkan dengan segala kekuranganmu yang justru membuatmu menjadi manusia seutuhnya. Maka, jangan heran jika di awal-awal masuk kelas, saya lebih banyak mengobrol, bermain, melempar pertanyaan receh, atau bahkan mengajak mereka menulis harapan di kertas warna-warni. Saya percaya, pembelajaran itu bukan soal seberapa cepat kita bisa menyampaikan materi, tetapi seberapa dalam anak-anak mau menerima. Dan hal itu hanya bisa terjadi jika ada rasa percaya.
Kita ini adalah guru, bukan robot kurikulum. Kita adalah manusia yang tugasnya bukan hanya mengajar, tetapi juga menuntun dan menemani mereka bertumbuh. Dan proses menuntun itu membutuhkan kedekatan. Membutuhkan hati.
Jadi, untuk teman-teman guru yang sedang bersemangat menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Rencana Pelaksanaan Mengajar (RPM), menulis Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) atau Lembar Kerja Murid (LKM), dan sibuk mengutak-atik Canva untuk media ajar, saya salut dengan dedikasi Anda. Namun, jangan lupa, siapkan juga waktu untuk sekadar mendengar. Duduk bersama. Mengobrol dari hati ke hati. Bangunlah bonding. Karena kadang, anak-anak lebih membutuhkan itu daripada PowerPoint 20 slide dengan font kekinian dan animasi tingkat coding. Hubungan yang tulus, rasa aman, dan kepercayaan—itulah fondasi yang akan membuat pembelajaran benar-benar bermakna dan berkesan bagi mereka.

0 Comments