Kurikulum Skansika

Bapak/ Ibu dapat mengakses berkatan dengan: Struktur Kurikulum, Agenda Kegiatan, Kalender Pendidikan, Pembagian Waktu KBM, Jadwal Blok dan lain sebagainya

Sarastiana,MBA

Waka kurikulum

Lihat

Yiyit Rastowo

Perencanaan dan TEFA

Lihat

Prihatin Puji R.

Supervisi dan Penilaian

Lihat

Innar Sholata

Perencanaan dan TEFA

Lihat

Sri Nurhidayati

Penilaian

Lihat

Dian Pramukti

Admin Penilaian

Lihat

Nurhabib Umar

PBM Penilaian

Lihat

Kan sudah ada yang memikirkan dan kompeten... ?

Kalimat itu terlontarkan ketika ruang dialektika guru² yang sedang membicarakan hal² yang berhubungan dengan kebijakan pendidikan. Sebuah perbendaharan istilah baru : disonansi kognitif. Dalam pencarian saya menemukan disonansi kognitif adalah ketidaknyamanan psikologis yg dialami seseorang ketika menghadapi dua atau lebih keyakinan, nilai, atau sikap yg saling bertentangan. 
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Dalam konteks relationship, disonansi kognitif sering muncul ketika individu mengetahui bahwa suatu tindakan/kepercayaan adalah salah, namun tetp mendukungnya karena tekanan sosial atau keinginan untuk berkonformitas. Fenomna ini dapat diamati ketika seseorang memilih untuk tidk peduli atau bahkan mendukung sesuatu kebijakan yg ia ketahui kurang tepat, hanya karena mayoritas mendukungnya atau bahkan untuk menghindari kesulitan. 
Pernyataan seperti "kan sudah ada yang memikirkan dan kompeten" mencerminkan sikap pasif yg muncul akibat disonansi kognitif. Individu tersebut mungkin merasa terkungkung & takut dianggap berbeda, aneh, atau menyimpang jika menentang arus utama, atau sebab lain yang lemahnya nalar kritis, ataunmalas berpikir, atau nyari mudahnya saja. Ironisnya, bahkan pendidik seeprti saya yang seharusnya menjadi teladan dlm berpikir kritis & mendalam dapat terjebak dalam pola pikir ini. 
Ketakutan akan stigma sosial, seperti dianggap "sedikit", "berbeda", "gila", atau "nyleneh", membuat kita enggan menyuarakan pendapat yg berlawanan, meskipun kita tahu apa yg benar. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan untuk berpikir kritis, yg dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketakutan akan isolasi sosial atau bahkan sudah mengakar ketidakpedulian. Akibatnya, ada kekhawatiran bahwa individu yg terus-menerus mengalami disonansi kognitif tanpa resolusi akan mengalami penurunan "iimunitas kognitif"(istilah inipun bisa kita ulas nanti) kemampuan untk berpikir kritis dan independen (merdeka). 
Sekarang dalam konteks pendidikan, hal ini dapat menghambat upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadikan ruang-ruang dialektika di kalangan guru sebagai hal yang tabu. Untuk mengatasi disonansi kognitif, kita perlu mengembangkan kesadaran diri & keberanian untk selalu mempertanyakan secara krotis. Pendidikan yg menekankan pentingnya berpikir kritis & independen (merdeka) harus diperkuat, sehingga kita & anak didik kita dapat menjadi agen perubahan yg berani menyuarakan kebenaran, meskipun itu berarti berbeda dari mayoritas. 
Dari  Grup WA GSM Kab. Purbalingga dengan tagar #gurumeraki

0 Comments