Sekali lagi saya ingin menuliskan kisah yang saya temui ketika orang yang mengenal GSM menanyakan bagaimana menerapkan atau impellementasinya gsm seperti apa ? Tidak salah denagn pertanyaan itu, tapi disini saya mencoba menuliskan narasi tentang posisi GSM.
Bapak dan Ibu, pendidikan bukanlah sekadar kumpulan metode atau praktik baik yg diterapkan di ruang kelas. Pendidikan adalah sebuah perjalanan—sebuah upaya manusia untuk menemukan dirinya, memanusiakan sesama, dan merawat kehidupan.
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) hadir bukan untuk sekadar menyuguhkan cara² praktis yang bisa diterapkan mentah². Lebih dari itu, GSM adalah cara pandang baru terhadap makna pendidikan yang selama ini sering kali tersesat dalam rutinitas teknis.
Kita perlu memahami "mengapa" sebelum "bagaimana". Persoalan mendasar pendidikan ada pada mindset—cara pandang kita terhadap anak, terhadap guru, terhadap sekolah, dan terhadap makna belajar itu sendiri. Tanpa perubahan cara pandang, praktik terbaik pun hanya akan menjadi artefak usang: sekadar metode yg diulang-ulang tanpa ruh, kehilangan relevansinya seiring waktu.
Bayangkan ini: Seorang guru bisa meniru metode yang sama persis dari sekolah lain yang sukses. Namun, jika ia tidak mengubah cara pandangnya—jika ia masih melihat murid hanya sebagai angka dalam rapor, jika ia masih merasa mengajar adalah sekadar menyampaikan materi—maka metode itu tidak akan bertahan lama. Sekolah hanya akan menjadi tempat pelaksanaan kebijakan, bukan rumah belajar yang sesungguhnya.
Ketika seorang guru memiliki cara pandang yang benar—melihat anak sebagai manusia yang utuh, menghargai setiap potensi yang mereka bawa, dan menjadikan belajar sebagai pengalaman penuh makna—maka kreativitas akan lahir secara alami. Guru tidak akan sibuk mencari metode di luar sana. Ia akan menciptakan metodenya sendiri, sesuai dengan konteks, kebutuhan, dan tantangan di sekolahnya.
Gerakan Sekolah Menyenangkan tidak berbicara tentang "cara tercepat" atau "praktik terbaik" semata. GSM adalah ajakan untuk menemukan kembali jiwa pendidikan. Untuk melihat anak bukan sebagai masalah, tetapi sebagai jawaban. Untuk memandang kelas bukan sebagai ruang formal, tetapi sebagai ruang kehidupan. Untuk menyadari bahwa tugas seorang guru bukan hanya mentransfer ilmu, tetapi menghidupkan rasa ingin tahu, mengasah kebijaksanaan, dan menumbuhkan kemanusiaan.
Mindset yang benar akan membawa perubahan yang berkelanjutan. Mindset yang benar tidak akan tergoyahkan oleh metode atau tren yang datang dan pergi.
Dan mindset yang benar akan membuat setiap guru berani bertanya: Mengapa saya mengajar? Apa makna belajar bagi anak-anak saya?
Dengan cara pandang ini, praktik baik tidak akan menjadi "alat" yang dihafal, melainkan buah pemikiran yang lahir dari refleksi mendalam. Guru tidak lagi sekadar meniru, tetapi mencipta. Sekolah tidak lagi sekadar menjalankan kebijakan, tetapi merayakan kehidupan. Dan pendidikan akan kembali ke tujuan sejatinya: memanusiakan manusia.
Maka, mari kita mulai dari sini. Mari kita kuatkan cara pandang kita dulu—mengapa kita ada di dunia pendidikan ini. Karena dari mengapa, akan lahir bagaimana yang lebih bermakna, berkelanjutan, dan menghidupkan.
Pendidikan yang menyenangkan lahir dari jiwa yang menyala, bukan dari metode yang dipaksakan.
Jadi... cara pandang atau praktik implementasinya ?
Referensi dari : #gerakansekolahmenyenangkan
0 Comments